UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR
5 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG
MAHKAMAH AGUNG
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK
Menimbang : a. bahwa
kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka yang dilaksanakan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan
lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;
b. bahwa Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
Mengingat : 1. Pasal
20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);
3. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
dan
PRESIDEN
REPUBLIK
MEMUTUSKAN . . .
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
Pasal I
Beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3316) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 1
Mahkamah Agung adalah
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung
adalah hakim agung.
(3)
Jumlah
hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.
3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
(1) Pimpinan Mahkamah Agung
terdiri atas seorang ketua, 2 (dua)
wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda.
(2) Wakil Ketua Mahkamah Agung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan
wakil ketua bidang non-yudisial.
(3) Wakil . . .
(3) Wakil ketua bidang
yudisial membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama,
ketua muda militer, dan ketua muda tata usaha negara.
(4) Pada setiap pembidangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Mahkamah Agung dapat melakukan pengkhususan
bidang hukum tertentu yang diketuai oleh ketua muda.
(5) Wakil ketua bidang
non-yudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
(6) Masa jabatan Ketua, Wakil
Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung selama 5 (
4. Ketentuan
Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung
seorang calon harus memenuhi syarat:
a. warga negara
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain
yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. berusia sekurang-kurangnya 50
(
e. sehat jasmani dan rohani;
f.
berpengalaman sekurang-kurangnya 20
(dua puluh) tahun menjadi hakim termasuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi.
(2) Apabila dibutuhkan, hakim
agung dapat diangkat tidak berdasarkan sistem karier dengan syarat:
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e;
b. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau
akademisi hukum sekurang-kurangnya 25 (dua puluh
c. berijazah magister dalam ilmu hukum dengan
dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (
(3) Pada . . .
(3) Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad
hoc yang diatur dalam undang-undang.
5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 8
(1) Hakim agung diangkat oleh
Presiden dari nama calon yang diajukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(2)
Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih Dewan
Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(3)
Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak nama calon diterima
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Ketua
dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung dan diangkat
oleh Presiden.
(5) Ketua
Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden di antara hakim agung yang diajukan
oleh Ketua Mahkamah Agung.
(6) Keputusan
Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan Wakil Ketua, dan Ketua
Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5)
ditetapkan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan
calon diterima Presiden.
6. Ketentuan Pasal 9 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim agung
wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya.
(2) Sumpah atau janji hakim agung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
Sumpah:
”Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi
kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan
menjalankan . . .
menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan
selurus-
lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Janji
:
“Saya
berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
(3)
Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda
Mahkamah Agung mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Presiden.
(4)
Hakim Anggota Mahkamah Agung diambil
sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
7. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1)
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung karena:
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh
c. permintaan sendiri;
d. sakit jasmani atau rohani secara
terus-menerus; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Dalam
hal hakim agung telah berumur 65 (enam puluh
8. Ketentuan . . .
Pasal 12
(1) Ketua, Wakil Ketua, Ketua
Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung dengan alasan:
a. dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam
menjalankan tugas pekerjaannya;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; atau
e. melanggar
larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat
dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk
membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung.
(3) Ketentuan
mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Agung
diatur Mahkamah Agung.
Pasal 13
(1) Ketua,
Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung sebelum diberhentikan
tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung.
(2) Terhadap pengusulan pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2).
Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya kepaniteraan
yang dipimpin oleh seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang panitera
muda dan beberapa orang panitera pengganti.
11. Ketentuan . . .
Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas,
tanggung jawab, dan tata kerja kepaniteraan Mahkamah Agung ditetapkan dengan
Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Agung.
Pasal 20
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera
Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di
bidang hukum; dan
d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sebagai panitera muda pada Mahkamah Agung dan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai panitera pada
pengadilan tingkat banding.
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai
pegawai negeri sipil di bidang teknis perkara pada Mahkamah Agung.
Pasal 21 . . .
Pasal 21
Panitera Mahkamah Agung
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 22
Sebelum memangku
jabatannya, Panitera Mahkamah Agung diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua
Mahkamah Agung.
15. Diantara Pasal 24 dan Bagian Keempat
disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 24A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
(1) Panitera, panitera muda
dan panitera pengganti pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya karena :
a. meninggal dunia;
b. mencapai usia pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. permintaan sendiri;
d. sakit jasmani atau rohani secara
terus-menerus; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pada Mahkamah
Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; atau
d. melanggar
sumpah atau janji jabatan.
16. Bab II . . .
16. Bab II Bagian Keempat tentang Sekretaris
Jenderal Mahkamah Agung diubah menjadi tentang Sekretaris Mahkamah Agung.
Pasal 25
(1) Pada Mahkamah Agung
ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Mahkamah
Agung.
(2) Sekretaris Mahkamah Agung
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(3) Pada Sekretariat Mahkamah
Agung dibentuk beberapa direktorat jenderal dan badan yang dipimpin oleh
beberapa direktur jenderal dan kepala badan.
(4) Direktur jenderal dan
kepala badan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah
Agung.
(5)
Sebelum memangku jabatannya, direktur jenderal dan kepala badan diambil
sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
18. Pasal 26 dan Pasal 27
dihapus.
19. Ketentuan
Pasal 30 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal
30
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi
membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan
peradilan karena:
a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku;
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
(2) Dalam
sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau
pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari putusan.
(3) Dalam
hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat,
pendapat . . .
pendapat
hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
20. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 31
(1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
(2) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak
memenuhi ketentuan yang berlaku.
(3) Putusan mengenai tidak sahnya peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik
berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan
permohonan langsung pada Mahkamah Agung.
(4) Peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(5) Putusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dimuat dalam Berita Negara Republik
21. Diantara Pasal 31 dan
Pasal 32 disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 31A yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 31A
(1)
Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau
kuasanya kepada Mahkamah Agung, dan dibuat secara tertulis dalam bahasa
(2)
Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a.
nama dan alamat pemohon;
b. uraian . . .
b.
uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan, dan wajib
menguraikan dengan jelas bahwa:
1) materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian
peraturan perundang-undangan dianggap bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
2) pembentukan peraturan perundang-undangan
tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
c.
hal-hal yang diminta untuk diputus.
(3)
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya
tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.
(4) Dalam hal Mahkamah Agung
berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan
dikabulkan.
(5) Dalam hal permohonan
dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), amar putusan menyatakan dengan
tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(6) Dalam hal peraturan
perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan
menyatakan permohonan ditolak.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur
oleh Mahkamah Agung.
22. Ketentuan
Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
Mahkamah
Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan
rehabilitasi.
23. Diantara Pasal 45 dan
Paragraf 2 tentang Peradilan Umum disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal
45A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45A
(1) Mahkamah
Agung dalam tingkat
kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali
perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.
(2) Perkara. . .
(2) Perkara yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. putusan tentang praperadilan;
b. perkara pidana yang diancam dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda;
c.
perkara tata usaha negara yang objek
gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku
di wilayah daerah yang bersangkutan.
(3) Permohonan kasasi terhadap
perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak
memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan
ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke
Mahkamah Agung.
(4) Penetapan ketua pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum.
(5) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh
Mahkamah Agung.
24. Diantara Pasal 80 dan Bab VII mengenai
Ketentuan Penutup disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 80A, Pasal 80B,
dan Pasal 80C yang berbunyi sebagai berikut:
Sebelum
Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) terbentuk,
pengajuan calon hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung untuk mendapatkan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden.
Pasal 80B
25. Dalam . . .
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 15 Januari 2004
PRESIDEN REPUBLIK
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 5
TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG
MAHKAMAH AGUNG
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan
kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi, untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain
itu, ditentukan pula Mahkamah Agung mempunyai wewenang mengadili pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan kewenangan
lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting
bagi
Undang-Undang ini memuat perubahan terhadap berbagai substansi
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Perubahan tersebut,
di samping guna disesuaikan dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga didasarkan atas
Undang-undang mengenai kekuasaan kehakiman baru yang menggantikan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman.
Berbagai substansi perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain tentang
penegasan kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman,
syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, serta beberapa
substansi yang menyangkut hukum acara, khususnya dalam melaksanakan tugas dan
kewenangan dalam memeriksa dan memutus
pada
tingkat . . .
tingkat kasasi serta dalam melakukan hak uji terhadap peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang.
Dalam Undang-Undang ini diadakan pembatasan terhadap perkara yang dapat
dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Pembatasan ini di samping dimaksudkan
untuk mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan ke Mahkamah Agung
sekaligus dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan
tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum
dan keadilan dalam masyarakat.
Dengan bertambahnya ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Mahkamah Agung
antara lain di bidang pengaturan dan pengurusan masalah organisasi,
administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, maka
organisasi Mahkamah Agung perlu dilakukan pula penyesuaian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 4
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengkhususan bidang hukum tertentu disesuaikan dengan
kebutuhan, ketua muda perdata misalnya dapat terdiri dari ketua muda hukum
perdata umum dan ketua muda hukum adat. Ketua muda hukum pidana dapat terdiri
dari ketua muda hukum pidana umum dan ketua muda hukum pidana khusus.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 4 . . .
Angka 4
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sarjana lain” dalam ketentuan ini adalah sarjana
syariah dan sarjana ilmu kepolisian.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sarjana lain”, lihat
penjelasan ayat (1) huruf c.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hakim agung ad hoc
antara lain hakim agung ad hoc hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan hakim agung ad hoc
dalam perkara tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Angka 5
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan
“hari sidang” dalam ketentuan ini tidak termasuk masa reses.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “sakit jasmani dan rohani secara terus menerus”
dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan yang menyebabkan yang bersangkutan
tidak mampu lagi menjalankan tugasnya dengan baik.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya” adalah
misalnya yang bersangkutan melakukan
kesalahan besar dalam menjalankan
tugasnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
“prestasi kerja luar biasa” dalam ketentuan ini, diatur dalam ketentuan
Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 8 . . .
Angka 8
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perbuatan tercela” adalah perbuatan atau sikap,
baik di dalam maupun di luar pengadilan yang dapat merendahkan martabat hakim.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Pasal 10” dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 13
Ayat (1)
Selama pemberhentian sementara, Hakim Agung yang bersangkutan tidak dapat
menangani perkara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 18
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 19
Cukup jelas.
Angka 12 . . .
Angka 12
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf c.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 21
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 22
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 24A
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 25
Cukup jelas.
Angka 18 . . .
Angka 18
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 30
Ayat (1)
Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali, mengikuti,
dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 31A
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 35
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 45A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
Huruf c
Dalam ketentuan ini tidak termasuk keputusan pejabat tata usaha negara
yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 80A
Cukup jelas.
Pasal 80B
Cukup jelas.
Pasal 80C
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 81A
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK